Text Line

Kita Bangsa yang Besar, Jangan Mudah Untuk Diadu Domba

Teks

Mohon Maaf Jika Anda Kurang Nyaman, Karena Blog Masih Dalam Perbaikan

Sabtu, 25 Juli 2015

Pemerintah TIDAK BERANI meladeni Tantangan Kwik Kian Gie



Be Bi Pro News, Jakarta - Pemerintah tak mau meladeni tantangan ekonom senior Kwik Kian Gie untuk membeberkan hitung-hitungan yang benar dalam menentukan harga jual Premium. Menko Perekonomian Sofyan Djalil justru menyebut hitungan Kwik tidak sesuai.

Kwik telah membuat hitungan yang agak rinci soal harga Premium. Agar fair, dia tidak menggunakan harga minyak dunia yang sedang anjlok saat ini yaitu sekitar 50 dolar AS per barel, tapi menggunakan patokan CIF alias cost, insurance, and freight Indonesia yaitu 60 dolar AS per barel. Dengan biaya mengkilang dan distribusi sebesar 10 dolar AS per barel dan nilai rukar rupiah Rp 13.400 per dolar, ternyata harga Premium hanya Rp 5.900 per liter. 

Namun saat dikonfirmasi, Sofyan Djalil menolak hitung-hitungan Kwik itu. 

"Nggak ada yang menghitung seperti itu," ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta (Kamis, 23/7). 

Menurutnya, dalam menentukan harga Premiun ada hitungan rinci. Namun dia tidak mau membeberkan seperti apa hitungan itu. 

"Tentu ada hitungannya. Nanti akan dihitung, setiap penghitungan ada data yang lengkap," imbuhnya. 

Bisakah data hitungan itu dibeberkan ke publik? Sofyan malah mengklaim bahwa datangnya sudah jelas. 

"Datanya ada. Jelas sekali kenapa harganya turun dan kenapa naik. Dipaparkan," cetusnya tanpa merinci data itu dipaparkan ke pihak mana. 

Yang jelas, Sofyan menyebut pemerintah belum bisa menentukan penurunan harga Premium atas anjloknya harga minyak dunia saat ini. Pemerintah masih menghitung rata-rata harga minyak dunia dalam tiga bulan terakhir dan memperhatikan nilai tukar rupiah. Setelah didapat rata-rata harga minyak dunia baru bisa ditentukan Premium turun atau tidak. 

Kalau harga rata-rata turun, (harga Premium) kami sesuaikan. Kalau harga rata-rata naik, kami juga akan sesuaikan. Evaluasi selalu dilakukan setiap akhir bulan,” jelasnya. 

Tapi, apapn hasil hitungan nanti, sepertinya harga Premium tidak akan turun. Sofyan beralasan, dua belum terkahir saat harga minyak dunia tembus 60 dolar AS per barel, Pertamina menderita rugi besar. 

"Pemerintah nggak untung. Pemerintah justru rugi karena dua bulan terakhir yang dijual Pertamina itu masih kurang, defisit dari harga yang kita tetapkan," jelasnya.





Sumber: rmol.co