Sebagaimana akhlaq
merupakan sebuah tabiat atau ketetapan asli, akhlaq juga bisa diperoleh atau
diupayakan dengan jalan berusaha. Maksudnya, bahwa seorang manusia sebagaimana
telah ditetapkan padanya akhlaq yang baik dan bagus, sesungguhnya memungkinkan
juga baginya untuk berperilaku dengan akhlaq yang baik dengan jalan berusaha
dan berupaya untuk membiasakannya.
Untuk itu, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Asyajj ‘Abdul Qais:
ﷲﺍﺎﻤﻬﺒﳛﲔﻘﻠﳋﻚﻴﻓﻥﺇ
: ﺓﺎﻧﻷﺍﻭﻢﻠﳊﺍ
“Sesungguhnya dalam
dirimu ada dua sifat yang Allah sukai; sifat santun dan tidak tergesa-gesa”
Ia berkata:
ﷲﺍﻝﻮﺳﺭ
ﺎﻳ ,ﺃ ﺎﻤﺖﻘﻠﲣﻥﺎﻘﻠﺧﺎﳘ , ﺎﻤﻬﻴﻠﻋﷲﺍﲏﻠﺒﺟ
ﻡﺃ
”Wahai Rasulullah,
Apakah kedua akhlaq tersebut merupakan hasil usahaku, atau Allah-kah yang telah
menetapkan keduanya padaku?”
Beliau menjawab:
ﺎﻤﻬﻴﻠﻋﷲﺍﻚﻠﺒﺟﻞﺑ
“Allahlah yang telah
mengaruniakan keduanya padamu”. Kemudian ia berkata:
ﻪﻟﻮﺳﺭﻭﺎﻤﻬﺒﳛﲔﻘﻠﺧﻰﻠﻋﲏﻠﺒﺟﻱﺬﻟﺍﷲﺪﻤﳊﺍ
”Segala puji bagi
Allah yang telah memberiku dua akhlaq yang dicintai oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya”.
1)
Maka, hal ini
menunjukan bahwa akhlaq terpuji dan mulia bisa berupa perilaku alami (yakni
karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya) dan juga dapat
berupa sifat yang dapat diusahakan atau diupayakan. Akan tetapi, tidak diragukan
lagi bahwa sifat yang alami tentu lebih baik dari sifat yang diusahakan. Karena
akhlaq yang baik jika bersifat alami akan menjadi perangai dan kebiasaan bagi
seseorang. Ia tidak membutuhkan sikap berlebih-lebihan dalam membiasakannya.
Juga tidak membutuhkan tenaga dan kesulitan dalam menghadirkannya. Akan tetapi,
ini adalah karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Ia diberikan kepada
seorang hamba yang dikehendaki oleh-Nya, barang siapa yang terhalang dari hal
ini – yakni terhalang dari akhlaq tersebut secara tabiat alami –, maka sangat
mungkin baginya untuk memperolehnya dengan jalan berusaha dan berupaya untuk
membiasakannya. Yaitu dengan cara membiasakan dan melakukannya terus-menerus,
sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti Insya Allah.
Makarimul Akhlaq –
Syaikh Muhammad bin Shâlih Al ‘Utsaimîn
1) Dikeluarkan oleh
Abu Daud, No (5225) di Kitaabul Adab, dan Ahmad (4 / 206). Imam Muslim hanya
mengeluarkan bagian yang pertama saja, No (25 & 26) di Kitaabul Iimaan,
juga oleh Imam Tirmidzi, No (2011) di Kitaabul Bir Wash Shilah
Sumber :
shirotholmustaqim.wordpress.com