Text Line

Kita Bangsa yang Besar, Jangan Mudah Untuk Diadu Domba

Teks

Mohon Maaf Jika Anda Kurang Nyaman, Karena Blog Masih Dalam Perbaikan

Rabu, 25 Januari 2017

Kivlan Zen Menegaskan Bahwa Peristiwa G30S/PKI Sebagai Pemberontakan

Be Bi Pro News, Jakarta - Pasca penangkapan para aktivis pada 2 Desember 2016 kemarin, atas tuduhan kasus makar yang di tujukan kepada mantan Kepala Staf Kostrad Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen dan kawan-kawan, kini mulai sepi pemberitaan tentang sosok kivlan. Bahkan beberapa hari setelah tuduhan tetsebut, kivlan kembali membebaskan sandera di Filiphina. Akan tetapi tetap saja hakan dari pemberitaan media. Selama kurun waktu beberapa tahun ini, kivlan selalu mengangkat isu tentang kebangkitan Komunis.

Imbas dari situ kivlan sudah mulai jarang muncul di media dan Komunis kini seolah semakin berani, bahkan dalam sebuah judul berita online yang di muat oleh beberapa media dengan judul "Tanggapi Ucapan Rizieq Kapolda Metro Tegaskan PKI Sudah Tidak Ada"

Mengingat pada kegiatan dalam suatu kesempatan acara Dialog Publik yang di selenggarakan oleh Angkatan 66 dan Gerakan Satu Indonesia di Graha 66 Taman Ismail Marjuki (TIM) Selasa, 29 Maret 2016 yang lalu Kivlan menuturkan, peristiwa G30S/PKI tahun 1965 bukan sekedar kekisruhan rakyat.

“Peristiwa G30S/PKI tahun 1965 bukan sekedar kekisruhan, akan tetapi sebuah usaha kudeta dan tindakan makar terhadap Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) untuk mengkhianati asas kenegaraan,” ungkap Kivlan.

Berdasarkan fakta sejarah tersebut, Kivlan menilai tindakan Komnas HAM yang menyudutkan pemerintah RI untuk meminta maaf kepada PKI merupakan tindakan yang naif. Naifnya lagi, kata dia, adanya pemutarbalikkan sejarah dengan ditulisnya tulisan dan l diterbitkannya secara massal melalui majalah ‘Historia’ dan beredar secara bebas di toko-toko buku di seluruh Indonesia, yang menyebut bahwa kisah pemberontakan dan pembantaian yang dilakukan PKI sebagai sebuah sejarah ‘kepahlawanan’.

“Tindakan tersebut melukai perjuangan angkatan 66 sebagai pelaku sejarah, sekaligus memutarbalikkan bukti sejarah perjuangan angkatan 66", ujar Kivlan.

Pembunuhan kaum alim ulama yang dilakukan oleh PKI, pembunuhan sadis kepada Tujuh Jendral TNI AD di Lubang Buaya, pemaculan kepala para anggota TNI AD yang tertangkap oleh PKI, seakan ditutup-tutupi. Kivlan menilai sepertinya hal-hal tersebut disembunyikan oleh orang-orang pengusung Komunisme Gaya Baru (KGB) saat ini demi memperjuangkan kembalinya faham komunis di bumi Indonesia.

“Saatnya angkatan 66 bangkit untuk menyangkal pemutarbalikan fakta sejarah tersebut dalam sebuah aksi nyata dan bukan lagi sebatas retorika belaka", tegas Kivlan

Oleh karena itu, dialog interaktif yang diadakan di DPP Laskar Ampera Angkatan 66 menghasilkan deklarasi bersama, antara lain:

1. Menolak keras rencana pencabutan TAP MPR/MPRS No.25/1966 tentang larangan Partai Komunis Indonesia.

2. Menolak keras pencabutan UU No.27/1999 tentang makar dan larangan penyebaran ajaran komunisme/marxisme dan leninisme.

3. Melakukan interupsi keras terhadap Komnas HAM sebagai pihak yang telah melukai sekaligus mengkerdilkan perjuangan dan pengorbanan rakyat di tahun 1966.

Dalam hal ini, Mayjend TNI (purn) Kivlan Zen beserta seluruh elemen komponen angkatan 66 mengajak anak-anak muda bangsa agar tidak terpengaruh dengan propaganda KGB yang terus berusaha merusak tatanan negeri ini.

“Mereka berbicara tentang teori hak asasi, akan tetapi kita bicara dengan data dan fakta sejarah. Mereka juga selalu menghindari pertemuan langsung dengan kita. Maka sekarang saatnya kita yang datang menghampiri mereka agar mata mereka terbuka akan sejarah tentang kebrutalan PKI, bukannya ‘kepahlawanan’ omong kosong seperti yang mereka propagandakan,” papar Kivlan sambil mengakhiri acara tersebut. (UAK)

Kamis, 12 Januari 2017

Demokrat Dukung Pembentukan Pansus Selidiki Kasus Makar

Kivlan Zen Cs menemui perwakilan DPR RI terkait kasus makar.

Be Bi Pro News, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, menanggapi usulan agar DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kasus makar. Langkah itu untuk menjawab apakah kasus tersebut telah berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau tidak.

"Kami komisi hukum berdasarkan kajian utuh ketika ingin membuat Pansus. Ada yang mendasari kenapa dibentuk, apakah ada penyelewengan. Kalau landasan kami nilai cukup substansi, tidak tertutup kemungkinan dibentuk Pansus," kata Didik di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.

Meski begitu, ia menekankan penegakan hukum tetap harus dijunjung tinggi dan tak boleh tebang pilih. Sehingga juga tak boleh pandang bulu apalagi ada intervensi kekuasaan.

"Dalam konteks makar, kalau ada gerakan makar maka wajib diperangi. Ketika ada seseorang diduga melakukan makar harus objektif dan rasional jelaskan seterang-terangnya," kata Didik.

Sebab, ia menilai, makar bukan hanya ketika ada peristiwa atau niat tapi berbentuk gerakan yang secara rasional bisa dianalisis sebagai gerakan yang membahayakan. Penyidik nantinya akan menilai apakah memang membahayakan atau gerakan pemikirannya sudah mempengaruhi gerakan publik yang mengarah pada makar atau belum.

"Ini parameter yang kita ingin penyidik objektif melihat secara utuh. Jangan ada warga negara ingin bersuara berbeda dengan pemerintah dan penguasa dianggap makar. Kalau itu yang terjadi ini potret buruk pertumbuhan demokrasi kita, karena pertumbuhun demokrasi jadi kewajiban kita, termasuk eksekutif tak boleh berangus rakyat untuk legalkan kekuasaan," kata Didik.

Ia menegaskan, tak boleh penguasa melegalkan sesuatu yang melangar hukum dengan mengatasnamakan hukum dan memberangus lawan-lawan politiknya. Kalau itu yang terjadi maka bisa disebut sebagai bencana besar demokrasi Indonesia.

"Kami sepenuhnya mendukung langkah pemerintah dalam penegakan hukum sepanjang transparan dan akuntabel," kata Didik.

Sebelumnya, sejumlah tersangka perbuatan makar mendatangi Gedung DPR pada Selasa 10 Januari 2016. Mereka datang untuk mengadu kepada DPR terkait tuduhan makar dari Kepolisian terhadap mereka.

Anggota Komisi Bidang Hukum DPR Wenny Warou merasa geli dengan argumen polisi dalam menjerat Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, dan lain sebagainya. Politikus Partai Gerindra itu pun menyarankan agar DPR membentuk Pansus untuk menyelidikinya. (UAK)