Text Line

Kita Bangsa yang Besar, Jangan Mudah Untuk Diadu Domba

Teks

Mohon Maaf Jika Anda Kurang Nyaman, Karena Blog Masih Dalam Perbaikan

Rabu, 08 Oktober 2014

Hajriyanto : PDIP dan Jokowi kalah Terus karena terlalu 'PeDe' dan Inkosisten




Be Bi Pro News, Jakarta - PDI P dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah menelan Pil Pahit dalam pertarungan merebut kursi pimpinan dan alat-alat kelengkapan Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) dinilai karena terlalu percaya diri alias "PeDe" yang berlebihan sejak pemilu Legislatif (Pileg) digelar.

Percaya diri PDI Perjuangan terlalu berlebihan dan akibatnya partai pendukung Jokowi suka salah langkah dan menjadi blunder," kata mantan Ketua MPR dari unsur Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari ketika dihubungi, Senin (6/10).

Menurut dia, langkah-langkah PDI Perjuangan dan parpol Koalisi Indonesia Hebat tersebut justru  menciptakan sebuah labirin sendiri. Ironisnya mereka sendiri tidak bisa menemukan jalan keluar sehingga membuat PDI Perjuangan keok melawan KMP.

Kepercayaan diri yang terlalu tinggi itu bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan PDI Perjuangan  yang selalu mengecilkan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan mereka. Hal ini menurutnya masih ditambah dengan sikap parpol itu  yang selalu menuduh orang yang tidak sejalan dengan keinginan mereka dengan tudingan tidak pro rakyat, tidak pro demokrasi dan sebagainya.

“Yah contohnya adalah pada masalah UU Pilkada, mereka menuduh KMP mengkhianati rakyat karena menginginkan pilkada lewat DPRD. Mereka menolak alasan KMP bahwa pemilihan lewat DPRD adalah bentuk implementasi dari sila ke 4 Pancasila. Sekarang ketika tahu dan mengalami kekalahan demi kekalahan, pada pemilihan pimpinan MPR, mereka meminta agar tidak dilakukan secara voting tapi melalui musyawarat mufakat seperti bunyi sila ke 4 Pancasila,” tambahnya.

Komunikasi yang sewajarnya  yang seharusnya dilakukan dilakukan oleh partai politik terhadap partai politik lainnya pun menurutnya tidak dilakukan. Komunikasi politik yang dilakukan partai pendukung Jokowi ini tambahnya sangat terbatas dan itupun dilakukan secara parsial sehingga dampaknya bukannya terjadi perpecahan di tubuh KMP tapi justru semakin solid.

“Komunikasi politik yang dilakukan komunikasi yang sangat terbatas dan itupun dilakukan secara parsial, maksudnya komuikasi politik atau pendekatan terhadap parpol dilakukan satu-satu dan tidak pernah mengajak semuanya untuk duduk satu meja demi membahas panggilan negara.Bukan hanya mengajak PPP, PAN dan Golkar sendiri, tapi semua yang ada di KMP,” kata Hajrianto.

Sebaliknya cara Jokowi berpolitik justru menciptakan perpecahan di tubuh koalisi pendukungnya. Jokowi kerap tidak mampu melihat fakta dan kenyataan bahwa dalam politik diperlukan konsistensi, sementara Jokowi dan para pendukungnya kerap menunjukkan inkonsistensi dalam sikap dan pernyataan.

“Contohnya adalah pernyataan ingin membuat kabinet ramping, kabinet profesional, elit tidak boleh rangkap jabatan, koalisi tanpa syarat dan sebagainya.Itu semua sangat sulit direalisasikan dan diimplementasikan. Jokowi nampaknya belum memahami hal itu. Jangankan KMP, didalam internal koalisi pendukung Jokowi bingung dengan kondisi ini. Mereka kelah mengeluh karena mereka membutuhkan satu kepastian politik.Jokowi tidak paham bahwa dalam politik masalah take and give adalah hal biasa yang penting bagaiman itu tidak disalahgunakan,” paparnya.

Dia pun mengingatkan kalau PDIP tidak terus ingin mengalami kekalahan lagi kedepannya, maka PDIP harus merubah cara dan komunikasi politiknya.Jokowi jelasnya bisa memanfaatkan JK untuk melakukan komunikasi politik karena JK relatif bisa lebih diterima oleh seluruh unsur partai yang ada.

”Semua ini fakta yang tidak bisa dinafikan, KMP solid dan kokoh.Kalau masih menggunakan pola komunikasi yang sama yang selalu mengklaim dan menuding pihak KMP, maka KMP akan semakin solid dan PDIP justru akan mengalami kekalah demi kekalahan kedepannya,” tandasnya.





Sumber : rmol.com