Text Line

Kita Bangsa yang Besar, Jangan Mudah Untuk Diadu Domba

Teks

Mohon Maaf Jika Anda Kurang Nyaman, Karena Blog Masih Dalam Perbaikan

Kamis, 15 Desember 2011

Masyarakar Karo di Kota Medan


       Berbicara mengenai keberadaan Kota Medan, maka salah satu hal yang tidak dapat terpisahkan adalah mengenai keberadaan Suku Karo yang notebene adalah penemu sekaligus pendiri kota terbesar ketiga di Indonesia ini.
         Supaya kita dapat mengenal lebih dalam mengenai keberadaan masyarakat Karo di Kota Medan, maka alangkah lebih baiknya kalau kita membaca tulisan berjudul “Karo di Sekitar Medan” yang pernah dipublikasikan oleh situs sorasirulo.net berikut ini:
      Kerajaan Haru dan Kesultanan Deli tidak terlepas dari masyarakat Karo dan Melayu. Kebetulan, wilayahnya berdampingan. Mereka hidup rukun dan damai sejak zaman dahulu.
       Hancurnya Haru akibat serangan licik Kerajaan Aceh. Terdapat 4 urung yang tersisa: Serbanaman (Sunggal) panteken Surbakti mergana, Sepuluduakuta (Laucih) panteken Purba mergana, Sukapiring (Delitua) panteken Karosekali dan Meliala mergana, Senembah (Petumbak) panteken Barus mergana.
      Bukti lainnya akan keberadaan dqan kejayaan Karo di daerah ini adalah Putri Hijau. Hampir semua versi cerita Putri Hijau menyangkut Karo dan Melayu. Bahkan, saudara Putri Hijau yang menjelma menjadi meriam pecah 3 bagian menempati Sukanalu, Delitua dan Istana Maimoon.

Meriam Putung yang berada di Istana Maimoon

            Permaisuri Sultan Deli yang pertama (Gocah Pahlawan) Nangbaluan br Surbakti adalah adik kandung Datuk Sunggal bernama Datuk Hitam Surbakti. Mereka berumah tangga tahun 1632. Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi di sekitar pertemuan Sungai Deli dengan Sungai Babura. Tidak berapa jauh di belakang kantor Walikota Medan sekarang.Begitu eratnya hubungan Melayu dengan Karo, selayaknya ciri khas ornamen Karo ditambah dan dibenahi di Medan mengimbangi Melayu.
          Patung Guru Patimpus merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Karo di kota Medan. Walaupun pembangunannya sudah sangat terlambat dan letaknya seharusnya di ujung Jl. Guru Patimpus di Majestik, di tugu jam SIB, tapi biarlah tidak mengapa. Terpenting, kita tidak melupakan sejarahnya.

Patung Guru Patimpus ( Pendiri Kota Medan )

         Demikian juga patung komponis Djaga Depari berdiri manis di persimpangan Jl. Sultan Iskandar Muda dengan Jl. Letjen Jamin Ginting. Sudah pas dan cocok letaknya.
        Patung Letjen Jamin Ginting di letakkan tepat di depan Kodam II Bukit Barisan agar dapat mengingatkan perjuangan beliau. Dia adalah Pangdam pertama di Sumut.

Patung Letjen Jamin Ginting ( Pangdam pertama di Sumut )

         Hati menangis saat diruntuhkannya bangunan-bangunan berornamen Karo di Tapian Daya dulu dan diganti bangunan modern. Tapi, untunglah, stand paviliun Kab. Karo di ( Pekan Raya Sumatera Utara ) PRSU masih menggunakan ciri khas rumah adat Karo, walau bentuknya lebih kearah modern. Hati sempat berdebar ketika Gedung Wanita Karo diruntuhkan. Untunglah Gedung Wanita Karo dibangun kembali meski bentuknya tidak seindah yang lama.
             Bagi pengusaha jambur yang berada di sepanjang jalan Letjen Jamin Gintings dan sekitarnya, jangan sampai meninggalkan ciri khas Karo. Bangunan pemerintah ataupun usaha swasta seperti rumah makan, restoran yang juga berada di daerah Padang bulan sekitarnya disarankan bercirikan Karo.Minimal gapura ataupun pos jaga satpam.Demikian juga rumah atau pagar warga Karo sebaiknya ada ornamen Karonya.
      Khusus rumah adat Karo mini di sisi kanan Istana Maimoon tempat bersemayamnya Meriam Puntung Putri Hijau, agar dimusyawarahkan sekaligus dihimpun penggalangan dana untuk dibangun secara permanen  yang bercirikan Karo dan Melayu. Rumah adat Karo yang ada sekarang tampaknya serasa kurang bagus  dan indah serta kurang menarik. Dilihat sekilas bukan seperti rumah adat Karo.
          Terlihat dengan jelas berdasarkan tulisan diatas, bahwa keberadaan warga Karo di Kota Medan tidak pernah lekang termakan oleh zaman. Sejak berdirinya dahulu dengan nama Madan sampai era modern saat ini yang kemudian berubah nama menjadi Medan.