Text Line

Kita Bangsa yang Besar, Jangan Mudah Untuk Diadu Domba

Teks

Mohon Maaf Jika Anda Kurang Nyaman, Karena Blog Masih Dalam Perbaikan

Sabtu, 11 Oktober 2014

Ruhut: Siapa Berani Jegal Pelantikan Jokowi, Lawan Aku


Ruhut Sitompul_20140403
Ruhut Sitompul

Be Bi Pro News, Jakarta - Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul angkat bicara atas munculnya isu tentang rencana untuk Menjegal Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada 20 Oktober mendatang.

Ruhut pun menantang pihak-pihak yang berencana menjegal pelantikan tersebut, baik secara fisik maupun non-fisik.

"Siapa yang berani nanti menjegal pelantikan Jokowi-JK, ayo bertarung lawan aku! Mau bertarung dalam bidang apa, sini lawan aku," tegas Ruhut saat dihubungi Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Ruhut menuturkan, terpilihnya Jokowi-JK menjadi pasangan presiden dan wakil presiden periode 2014-2019 adalah kehendak Tuhan. Maka dari itu, dirinya tak akan tinggal diam jika ada yang ingin menjegal pelantikan keduanya.

"Pak Jokowi-JK terpilih itu kehendak Tuhan, Bos. Jangan macam-macam. Siapa berani menjegal, rakyat dan aku lawannya, mau itu Pak Prabowo, Ical, Amien (Rais) atau siapa pun," kata dia.

Selain itu, Ruhut pun menyayangkan orang-orang yang selalu memberikan informasi murahan yang bertujuan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meninggalkan jejak buruk di akhir masa jabatannya.

"Aduh itu kuno, murahan. Itu ada pihak yang tak ingin Pak SBY semakin harum namanya. Siapa yang tidak tahu Pak SBY itu orang yang santun, baik, mendidik dan negarawan. Itu pihak-pihak yang tak suka dengan keharuman nama Pak SBY," tandas dia.





Sumber : Liputan6.com

Rabu, 08 Oktober 2014

Jokowi Menolak Membuat LPJ Sebagai Gubernur


Jokowi


Be Bi Pro News, Jakarta - Joko Widodo alias Jokowi telah gagal dalam memimpin Jakarta memang semakin terlihat secara terang benderang saat Jokowi mengundurkan diri dari jabatan Gubernur DKI Jakarta yang sudah diamanahkan rakyat.

Ternyata sang mantan walikota yang menuai kontrofersi itu tidak mau menulis Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) saat pengunduran diri. Apa mungkin Jokowi merasa tahu diri, bahwa dirinya sudah gagal dalam memimpin Jakarta, sehingga malu dan tidak tahu harus menulis apa, atau malah ada sesuatu yang takut di ketahui oleh masyarakat. 

Prinsipnya, DPRD Provinsi DKI mengizinkan Jokowi mundur untuk dilantik menjadi presiden terpilih pada 20 Oktober, tetapi ada satu catatan dari DPRD yaitu Jokowi harus melaporkan kinerjanya selama dua tahun menjabat. adapun Fraksi yang terang-terangan meminta laporan pertanggungjawaban (LPJ) Jokowi adalah Fraksi PAN-Demokrat.

Tapi, menurut Jokowi, tidak ada aturan yang memaksanya untuk memberi laporan kinerja ke DPRD Provinsi DKI.

“Saya kira kita harus melihat mekanisme dan politik hukum yang ada. Kita lihat di aturan yang ada sekarang, kamu lihat di sana ada tidak (kewajiban memberi LPJ). Kan tidak ada,” ujarnya usai sidang paripurna di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (6/10).
Baginya, menghadiri sidang paripurna dengan agenda mendengarkan pandangan masing-masing fraksi di DPRD sudah lebih dari cukup.

“Ya, kan tadi sudah rampung karena mekanisme memang seperti ini,” katanya.

Menurut Jokowi, ia sudah mengikuti aturan yang diminta oleh DPRD agar mengundurkan diri lewat sidang paripurna. Saat ini, ia hanya menunggu surat pemberhentian dari Presiden melalui Mendagri karena seluruh fraksi sudah setuju dengan pengunduran dirinya.

“Kalau saya mengikuti prosedur dan regulasi yang ada. Kalau memang harus izin, ya saya izin,. Setelah ini tentu saja menunggu surat pemberhentian dari presiden kepada Mendagri,” terangnya. (UAK)

Hajriyanto : PDIP dan Jokowi kalah Terus karena terlalu 'PeDe' dan Inkosisten




Be Bi Pro News, Jakarta - PDI P dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah menelan Pil Pahit dalam pertarungan merebut kursi pimpinan dan alat-alat kelengkapan Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) dinilai karena terlalu percaya diri alias "PeDe" yang berlebihan sejak pemilu Legislatif (Pileg) digelar.

Percaya diri PDI Perjuangan terlalu berlebihan dan akibatnya partai pendukung Jokowi suka salah langkah dan menjadi blunder," kata mantan Ketua MPR dari unsur Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari ketika dihubungi, Senin (6/10).

Menurut dia, langkah-langkah PDI Perjuangan dan parpol Koalisi Indonesia Hebat tersebut justru  menciptakan sebuah labirin sendiri. Ironisnya mereka sendiri tidak bisa menemukan jalan keluar sehingga membuat PDI Perjuangan keok melawan KMP.

Kepercayaan diri yang terlalu tinggi itu bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan PDI Perjuangan  yang selalu mengecilkan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan mereka. Hal ini menurutnya masih ditambah dengan sikap parpol itu  yang selalu menuduh orang yang tidak sejalan dengan keinginan mereka dengan tudingan tidak pro rakyat, tidak pro demokrasi dan sebagainya.

“Yah contohnya adalah pada masalah UU Pilkada, mereka menuduh KMP mengkhianati rakyat karena menginginkan pilkada lewat DPRD. Mereka menolak alasan KMP bahwa pemilihan lewat DPRD adalah bentuk implementasi dari sila ke 4 Pancasila. Sekarang ketika tahu dan mengalami kekalahan demi kekalahan, pada pemilihan pimpinan MPR, mereka meminta agar tidak dilakukan secara voting tapi melalui musyawarat mufakat seperti bunyi sila ke 4 Pancasila,” tambahnya.

Komunikasi yang sewajarnya  yang seharusnya dilakukan dilakukan oleh partai politik terhadap partai politik lainnya pun menurutnya tidak dilakukan. Komunikasi politik yang dilakukan partai pendukung Jokowi ini tambahnya sangat terbatas dan itupun dilakukan secara parsial sehingga dampaknya bukannya terjadi perpecahan di tubuh KMP tapi justru semakin solid.

“Komunikasi politik yang dilakukan komunikasi yang sangat terbatas dan itupun dilakukan secara parsial, maksudnya komuikasi politik atau pendekatan terhadap parpol dilakukan satu-satu dan tidak pernah mengajak semuanya untuk duduk satu meja demi membahas panggilan negara.Bukan hanya mengajak PPP, PAN dan Golkar sendiri, tapi semua yang ada di KMP,” kata Hajrianto.

Sebaliknya cara Jokowi berpolitik justru menciptakan perpecahan di tubuh koalisi pendukungnya. Jokowi kerap tidak mampu melihat fakta dan kenyataan bahwa dalam politik diperlukan konsistensi, sementara Jokowi dan para pendukungnya kerap menunjukkan inkonsistensi dalam sikap dan pernyataan.

“Contohnya adalah pernyataan ingin membuat kabinet ramping, kabinet profesional, elit tidak boleh rangkap jabatan, koalisi tanpa syarat dan sebagainya.Itu semua sangat sulit direalisasikan dan diimplementasikan. Jokowi nampaknya belum memahami hal itu. Jangankan KMP, didalam internal koalisi pendukung Jokowi bingung dengan kondisi ini. Mereka kelah mengeluh karena mereka membutuhkan satu kepastian politik.Jokowi tidak paham bahwa dalam politik masalah take and give adalah hal biasa yang penting bagaiman itu tidak disalahgunakan,” paparnya.

Dia pun mengingatkan kalau PDIP tidak terus ingin mengalami kekalahan lagi kedepannya, maka PDIP harus merubah cara dan komunikasi politiknya.Jokowi jelasnya bisa memanfaatkan JK untuk melakukan komunikasi politik karena JK relatif bisa lebih diterima oleh seluruh unsur partai yang ada.

”Semua ini fakta yang tidak bisa dinafikan, KMP solid dan kokoh.Kalau masih menggunakan pola komunikasi yang sama yang selalu mengklaim dan menuding pihak KMP, maka KMP akan semakin solid dan PDIP justru akan mengalami kekalah demi kekalahan kedepannya,” tandasnya.





Sumber : rmol.com

Selasa, 07 Oktober 2014

FMP BEDIL Mempertanyakan Sikap Abraham Samad Yang Mengomentari Permasalahan Politik.



Logo FMP BEDIL

Be Bi Pro News, Jakarta - Jum'at, 03 Oktober 2014, Salah seorang pengurus dari Front Merah Putih untuk Kebenaran & Keadilan (FMP BEDIL), Murthada Sinuraya mempertanyakan sikap Abraham Samad yang mengomentari permasalahan politik saat ini. "Ada apa dengan Abraham Samad? ia hanya seorang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tak selayaknya mengomentari permasalahan politik seperti ini. Karena ini dapat menimbulkan suhu politik yang tidak baik". ungkap Murthada Sinuraya di Ruang Kerjanya Universitas Pancasila, Depok.

Murthada menuturkan KPK jangan terlalu cepat membangun opini dengan cara membuat pernyataan di depan pers, tetapi silahkan buktikan telebih dahulu.

Jika benar adanya keterlibatan (Setya Novanto) silahkan bawa masalahnya dan proses secara hukum, jangan mencampuri permasalahan hukum dengan politik.

Seperti yang kita ketahui, sebelumnya telah beredar berita bahwa Abraham Samad sebagai ketua KPK mengungkapkan kekecewaannya atas terpilhnya Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). UAK